Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh mendesak aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik dan jaksa penuntut umum agar mengedepankan perspektif perlindungan terhadap jurnalis dalam menangani kasus penganiayaan yang dialami oleh Kontributor CNN Indonesia TV Ismail M. Adam alias Ismed. Hal ini penting agar proses penanganan kasus penganiayaan jurnalis melibatkan oknum kepala desa yang terjadi di wilayah hukum Pidie Jaya itu tidak mencederai kemerdekaan pers dan rasa keadilan bagi korban.
Kasus ini sendiri secara resmi telah ditangani oleh KKJ Aceh serta menjadi atensi nasional. Pendampingan oleh KKJ Aceh ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga pelaksanaan fungsi kemerdekaan pers oleh jurnalis selaku pengemban perintah atau amanah dari undang-undang, dalam hal ini UU Pers.
Beberapa waktu yang lalu, tim KKJ Aceh sebenarnya telah bertemu dan berdialog dengan Kapolres Pidie Jaya, AKBP Ahmad Faisal Pasaribu untuk mendorong penerapan Undang-Undang Pers di dalam proses hukum kasus ini. Pada dasarnya, para pihak yang bertemu sepakat untuk mengedepankan pasal dari UU Pers dalam pemeriksaan kasus ini.
Berdasarkan salinan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) terbaru yang diterima oleh tim KKJ Aceh, disebutkan bahwa berkas telah dikirimkan (tahap I) oleh kepolisian kepada jaksa penuntut umum di kejaksaan negeri setempat. Namun, sampai saat ini sama sekali belum terlihat adanya tanda-tanda akan diikutsertakannya pasal dari UU Pers, selain pasal penganiayaan sesuai yang dirumuskan di dalam ketentuan pidana KUHP.
Apabila berkas kasus penganiayaan terhadap jurnalis yang dilimpahkan oleh penyidik ke penuntut umum dinyatakan lengkap (P21) tanpa diikutsertakannya pasal yang menghambat pers dalam mencari, memperoleh, dan menyebarkanluaskan gagasan dan informasi, seperti yang diatur dalam pasal 18 UU Pers, maka KKJ Aceh berpandangan telah terjadi pengabaian atas upaya perlindungan hukum terhadap jurnalis yang secara otomatis juga ikut serta mencederai kemerdekaan pers sebagai pilar keempat demokrasi.
Keyakinan ini berdasarkan pada fakta bahwa Ismed dianiaya dalam tarafnya sebagai jurnalis yang bekerja menghasilkan produk jurnalistik berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Selama seorang jurnalis menjalankan profesinya dengan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka terhadap jurnalis tidak boleh dilakukan penghalangan, sensor, perampasan peralatan, penahanan, penangkapan, penyanderaan, penganiayaan, apalagi sampai pembunuhan.
Untuk negara yang menempatkan hukum sebagai panglima, perlu ditegaskan kembali bahwa Indonesia secara khusus memberikan perlindungan yang mendasar, menyeluruh, dan profesional terhadap jurnalis melalui pasal 8 UU Pers. Oleh karena itu, pendekatan dengan UU Pers terhadap kasus penganiayaan jurnalis menjadi penting sebagai bagian dari kewajiban aparat penegak hukum selaku alat negara dalam melindungi pers.
Ismed sendiri dianiaya oleh Is, Kepala Desa Cot Setui, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, pada Jumat malam, 24 Januari 2025. Penganiayaan terjadi di hadapan istri korban dan sejumlah warga di sebuah kios yang ada di Sarah Mane, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh.
Malam itu, sebagai jurnalis Ismed berniat melepas penat sepulang meliput dari ibu kota Pidie Jaya. Ia bersama sang istri yang terbiasa menemani dirinya duduk bercengkerama di kios tersebut apalagi di tempat itu sinyal internet lebih mudah dijangkau ketimbang di area sekitar rumahnya yang jauh di pelosok.
Ismed sempat melihat Is yang melintas dengan sepede motor dinasnya di depan kios tersebut. Namun, tiba-tiba Is memutar kemudi sepeda motor menuju ke kios tempat Ismed berada.
Usai memarkirkan sepeda motor, Is mendekat lalu berusaha meraih leher Ismed disertai sebuah pukulan yang dilayangkan ke wajah Ismed, tetapi korban sempat mengelak sehingga pukulan tersebut hanya menyerempet bagian pundak saja.
Dalam kondisi masih menggengam baju Ismed, Is menarik paksa Ismed ke tengah jalan dengan jarak sekitar dua meter dari kios. Dengan nada membentak, Is menanyakan mengapa Ismed datang meliput ke desanya tanpa permisi terlebih dahulu.
Ismed sebelumnya memang datang meliput pondok bersalin desa (polindes) yang ada di Desa Cot Setui, yang notabene desa tempat Is menjabat sebagai keuchik atau kepala desa. Ismed dan seorang wartawan lainnya datang bersama Kepala Dinas Kesehatan Pidi Jaya Edi Azward yang sedang melakukan inspeksi mendadak di polindes yang dilaporkan ditumbuhi semak-belukar.
Ismed yang sempat balik bertanya mengapa harus meminta izin terlebih dahulu apabila hendak meliput dan menulis berita malah kembali mendapat pukulan. Is juga sempat menginjak kaki kiri Ismed sewaktu korban tersungkur ke atas aspal karena berusaha mengelak pukulan.
Karena tidak berdaya melawan, Ismed berusaha mengiba dan meminta maaf kepada Is, berharap amarah kepala desa itu mereda dan dapat diajak bicara baik-baik. Namun, upaya Ismed sia-sia belaka, ia malah mendapat caci maki serta sumpah serapah dari Is.
Istri Ismed berusaha merekam penganiayaan tersebut dengan kamera handphone, tetapi Is menghardiknya. Is mengancam akan menceburkan perempuan itu ke dalam sumur apabila berani merekam.
Tidak hanya itu, Is juga memaksa Ismed untuk pergi ke polindes bersama dirinya untuk menemui bidan berinisial Mt. Mt sendiri sempat diwawancarai Ismed karena kebetulan Mt berada di lokasi sewaktu sidak yang dilakukan oleh kepala dinas kesehatan ke polindes.
Jarak polindes dengan kios yang menjadi lokasi penganiayaan sekitar 1,5 kilometer. Sesampai di polindes, Is menarik Ismed dengan cara menggenggam bajunya hingga ke depan pintu polindes.
Is lagi-lagi memaki Ismed serta melayangkan pukulannya sebanyak dua kali kepada Ismed. Namun, pukulan tersebut hanya mengenai bagian belakang tubuh Ismed karena Ismed berusaha melindungi wajahnya.
Suasana polindes saat itu tampak remang-remang. Is berteriak memanggil Mt keluar, bidan desa yang sebelumnya sempat diwawancarai oleh Is.
Melihat kedatangan Ismed, Mt mencak-mencak dan melontarkan kata-kata yang isinya memojokkan Ismed karena Ismed telah menulis berita tentang kondisi polindes yang dinilai menyudutkan.
Ismed berusaha menjelaskan soal peliputan tersebut kepada Is dan Mt, sampai seseorang yang merupakan warga setempat tiba-tiba nimbrung lantas ikut memarahi Ismed karena dianggap mencampuri urusan orang lain dalam hal ini terkait polindes. Berita tentang polindes tersebut ternyata telah tersebar.
Is akhirnya beranjak pergi setelah memberi ultimatum kepada Ismed agar merekam video permintaan maaf karena telah meliput di desa orang lain tanpa izin. Ia diberi tenggat waktu hingga tengah malam jika tidak Is mengancam akan menyambangi rumah Ismed.
Tidak lama kemudian, anak laki-laki Mt tiba-tiba mengamuk kepada Ismed dan mengancam akan mengambil parang. Parang tersebut dipegang dan hendak dibawa keluar dari dalam polindes, tetapi Mt, ibu pemuda itu, segera menahan dengan cara merangkul anaknya dari belakang lantas meminta Ismed segera pergi dari tempat itu.
Berdasarkan hal ini, KKJ Aceh:
- Mendesak Jaksa Penuntut Umum untuk mengembalikan berkas perkara kasus penganiayaan terhadap Kontributor CNN Indonesia TV Ismed kepada penyidik kepolisian agar dapat dilengkapi dengan pasal ketentuan pidana seperti yang dirumuskan di dalam UU Pers
- Mendesak penyidik kepolisian untuk menaruh pasal ketentuan pidana seperti yang dirumuskan di dalam UU Pers dalam kasus penganiayaan terhadap Kontributor CNN Indonesia TV Ismed
- Mendesak aparat penegak untuk mengedepankan perspektif perlindungan terhadap jurnalis dan penegakan kemerdekaan pers dalam kasus ini karena ada peristiwa penganiayaan yang terjadi dalam taraf korban sebagai seorang jurnalis yang melakukan kerja jurnalistik di dalam kasus ini
- Mengimbau seluruh elemen masyarakat termasuk aparatur pemerintahan serta aparat penegak hukum agar menghormati setiap kerja jurnalistik yang dilaksanakan berdasarkan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik sebagai bentuk pengakuan terhadap kemerdekaan pers
- Apabila terdapat pihak yang keberatan dengan kerja jurnalistik atau pemberitaan, terdapat mekanisme seperti yang telah diatur UU Pers dengan menggunakan hak jawab/koreksi atau melakukan pengaduan ke Dewan Pers
- Mengimbau para jurnalis untuk senantiasa mematuhi Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme
- Mengimbau para jurnalis yang menjadi korban kekerasan untuk melaporkan setiap bentuk kekerasan yang dialami selama proses peliputan
- Mengutuk segala bentuk tindakan yang mengarah kepada penghalang-halangan kerja jurnalistik.
Sepintas tentang Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh
KKJ Aceh merupakan bagian dari KKJ Indonesia. KKJ Aceh dideklarasikan pada 14 September 2024, yang saat ini beranggotakan empat organisasi profesi jurnalis, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Aceh, serta Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh. Selanjutnya, tiga organisasi masyarakat sipil, yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).
Banda Aceh, 13 Februari 2025
Narahubung:
Koordinator KKJ Aceh Rino Abonita
Ketua AJI Banda Aceh Reza Munawir
Ketua PWI Aceh Nasir Nurdin
Ketua IJTI Pengda Aceh Munir Noer
Ketua PFI Aceh M. Anshar
Direktur LBH Banda Aceh Aulianda Wafisa
Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna
Koordinator MaTA Alfian
Hotline KKJ Aceh: +62 813-8384-3839