
Kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia sudah berjalan dua Dekade, Ada harapan yang kuat untuk terus merawat perdamaian, Namun ada salah satu, masalah yang dianggap belum teratasi, yakni keadilan bagi Korban Pelanggaran HAM Aceh.
Ketua Forum Komunikasi Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA (FK3T-SP.KKA) Murtala kepada RRI Sabtu (17/8/2025) mengatakan “kami tidak hanya di sebut sebagai korban, kami menuntut pengakuan, keadilan dan pemulihan yang layak di tengah perdamaian yang telah terajut 20 tahun”
Hari ini, kami Perwakilan Korban dan Keluarga Korban dari 16 Kabupaten Kota di Aceh membawa Suara, yang di sampaikan ke RRI meliputi :
-
- Pengakuan dan pemenuhan hak hak Korban dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM Aceh, Negara harus menyelesaikan pendataan korban secara menyeluruh, karena saat ini masih sedikit yang didata.Semua peristiwa pelanggaran HAM berat
- Keadilan dan Reparasi. Pengadilan HAM berat harus diselenggarakan sesuai prinsip keadilan. Korban berhak atas restitusi, rehabilitasi, kompensasi, tanpa diskriminasi dan pungutan ilegal. Kami mendesak pengesahan dan implementasi Qanun Pemulihan Korban Konflik.
- Pemulihan psikososial, ekonomi, dan pendidikan. Layanan konseling harus berkelanjutan bagi korban dan keluarga. Program pemberdayaan ekonomi serta pelatihan keterampilan harus transparan. Anak-anak korban, khususnya yatim piatu dan anak syuhada serta anak-anak korban yang telah putus sekolah harus mendapatkan beasiswa dan fasilitas pendidikan yang layak pelatihan keterampilan dan modal usaha secara mandiri.
- pelestarian memori dan pendidikan HAM. Kami menuntut peringatan tahunan tragedi, serta pembangunan dan perawatan monumen/ museum korban di seluruh Aceh, serta dokumentasi sejarah konflik untuk pendidikan generasi mendatang. Kurikulum sejarah dan HAM harus masuk dalam pendidikan formal. Rumah Belajar yang dikelola oleh korban perlu didukung.
- Rekonsiliasi bermakna. Rekonsiliasi antara korban dan pelaku harus tulus, difasilitasi negara, dan bebas dari intimidasi maupun diskriminasi.
- keterhubungan dan partisipasi korban. Komunitas korban seluruh Aceh harus dilibat aktif dalam perumusan kebijakan dan program pemulihan. Audiensi rutin dengan pemerintah daerah, pusat, dan lembaga negara harus menjadi komitmen bersama.