Debat Capres Soal HAM Jangan Hanya di Panggung

Debat Calon Presiden-Wakil Presiden akan berlangsung malam ini, Kamis (17/1). Debat perdana dengan tema ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyangkut HAM, hukum, terorisme dan korupsi.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Hendra Saputra menilai, kedua kandidat Capres-Cawapres yang akan berdebat malam ini, berbicara HAM tidak hanya di atas panggung, tetapi harus diimplementasikan setelah perang gagasan di arena debat selesai.

“Kedua kubu yang berdebat nanti malam, sama-sama memiliki dukungan politik dari pihak terduga pelaku pelanggaran HAM di masa lalu, seperti Wiranto di kubu Jokowi dan Prabowo Subianto berpotensi menjadi pelaku pelanggaran HAM,” kata Hendra Saputra, Kamis (17/1) di Banda Aceh.

Lawhan, sapaan akrap Hendra Saputra mengingatkan, isu HAM jangan hanya jadi komoditi debat dan isu kampanye saja untuk meraup suara rakyat. Namun setelah itu tanpa ada implementasikan dan terus menerus hanya isu politik belaka.

Hasil pengamatan Kontras Aceh, kedua kubu memiliki catatan sejarah pernah terlibat yang diduga melanggar HAM. Kubu Prabowo Subianto berdasarkan dokumen yang ada, masih tersandung terkait pelanggaran HAM masa lalu. Sedangkan Jokowi juga melakukan praktik pelanggaran HAM, seperti penggusuran dan operasi keamanan di Papua.

“Petahana dari awal tidak fokus menyelesaikan pelanggaran HAM di Aceh, bisa dilihat dari Nawacita Jokowi, RPJM, padahal rentetan pelanggaran HAM di Aceh terjadi cukup lama sejak tahun 1976 hingga 2005,” jelasnya.

Saat ini di Aceh ada tiga dari lima kasus pelanggaran HAM sudah sampai ke Komnas HAM, yaitu kasus Jambo Kupok di Aceh Selatan, tragedi simpang KKA Aceh Utara, Rumoh Gedong di Kabupaten Pidie. Kasus tersebut hingga sekarang masih mangkrak dan belum ada penyelesaiannya di Mahkamah Agung (MA).

“Seharusnya bisa diselesaikan, tapi malah MA mengembalikan berkas tersebut dengan alasan tidak cukup unsur,” tukasnya.

Menurut Lawhan, pengungkapan pelanggaran HAM di Indonesia bukan karena tidak mencukupi alat bukti. Akan tetapi ini murni kemauan politik dari penguasa dan elit politik di Indonesia.

“Saya agak ragu kasus pelanggaran HAM diselesaikan, karena aktor pelanggaran HAM masih di lingkungan pemerintah, seperti Wiranto, Prabowo,” jelasnya.

Staf Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul mengatakan, pada debat Capres-Cawapres nanti, kedua kandidat harus berbicara HAM secara utuh. Pelanggaran HAM yang pernah terjadi masa Orde Baru hingga sekarang, terutama yang pernah terjadi di Aceh.

Sedangkan untuk level Aceh, sebutnya, pemerintah pusat harus serius memberikan kewenangan pengungkapan pelanggaran HAM masa lalu. Lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, harus mendapat dukungan penuh.

Menurut Syahrul, selama ini lembaga KKR di Aceh tidak mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Ini dibuktikan KKR belum mendapatkan plot anggaran untuk KKR secara langsung, tetapi masih tergantung pada Dinas Sosial untuk anggaran operasional KKR Aceh.

“Ini suatu hal penting. Kalau Aceh gagal, dengan segala regulasi yang khusus dan lembaga sudah terbentuk, besar kemungkinan di tempat lain juga gagal,” tukasnya.

Oleh karena itu, Kontras Aceh dan LBH Banda Aceh berharap pemerintah menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu melalui jalur rekonsiliasi. kalau ada kekhawatiran diselesaikan di pengadilan HAM.

 

Merdeka.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDID
Scroll to Top