Menyambut peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) internasional yang jatuh setiap tanggak 10 Desember, Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh akan menggelar sejumlah kegiatan di hari Minggu (9/12/2018).
Acara akan dimulai sejak pukul 07.00 WIB pagi. KontraS bersama alumni sekolah HAM dan Keadilan Transisi menggelar aksi damai berupa pameran foto dokumentasi masa konflik Aceh. Pameran tersebut diadakan di arena Car Free Day, Jl T Moh Daud Beureueh, Kuta Alam. Acara tersebut juga disertai dengan pembagian bunga dan cuplikan informasi tentang serangkaian peristiwa kekerasan masa lalu yang pernah terjadi di Aceh.
Pukul 14.30 siang, acara dilanjutkan dengan napak tilas ke sejumlah lokasi sejarah terjadinya konflik di seputaran Banda Aceh. Peserta yang telah berkumpul di Kantor KontraS Aceh akan mengadakan napak tilas dengan rute sebagai berikut:
Titik pertama yang dikunjungi peserta adalah
lokasi penembakan terhadap tokoh Aceh, HT Djohan di dekat Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh (10 Mei 2001). Setelah itu, napak tilas dilanjutkan ke lokasi bekas penjara Keudah di kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Lokasi tersebut diketahui merupakan tempat ditahannya sejumlah tokoh politik dari kalangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sejak dekade tahun 70an.
Dari Keudah, peserta lalu bertolak ke lokasi peristiwa penembakan terhadap Rektor Unsyiah, Prof. Dayan Dawood (7 September 2002) di kawasan Lampriet. Titik terakhir napak tilas, peserta akan menyambangi lokasi peristiwa penembakan terhadap Rektor IAIN Ar-Raniry, Alm Prof. Safwan Idris (16 September 2000) di Darussalam.
Pada malam harinya, pukul 20.30 WIB kegiatan memperingati hari HAM dilanjutkan dengan Nonton dan Diskusi Film berjudul ‘Jalan Pedang’ produksi WatchDoc dan Kompas TV. Film dokumenter karya Dhandy Dwi Laksono ini menceritakan rentang sejarah konflik bersenjata di Aceh sebelum perdamaian pada tahun 2005 silam. Kegiatan ini akan digelar di Kantor Sekretariat KontraS Aceh.
Ketua panitia kegiatan, Aprizal Rachmad menuturkan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Sekolah HAM dan Keadilan Transisi yang diselenggarakan KontraS Aceh pada 26-29 November lalu.
“Panitianya merupakan Alumni Sekolah HAM dan Keadilan Transisi dan difasilitasi langsung KontraS Aceh,” ujarnya.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengingat kembali sejarah konflik Aceh di masa silam. Upaya mengingat, kata Aprizal, bukan untuk menguak kembali luka para korban. Akan tetapi, hal itu sebagai pembelajaran bagi masyarakat agar duka konflik yang telah menelah puluhan ribu korban jiwa di masa lalu itu tak terulang lagi di masa depan.
“Melestarikan ingatan masa lampau adalah bagian dari upaya menata masa depan Aceh yang telah memasuki masa damai sejak perjanjian MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 lalu. Masyarakat khususnya pemuda harus menjadikan peristiwa konflik sebagai pengingat, agar ini tak terulang lagi ke depan,” tandasnya.