Aksi demonstrasi yang digelar sejumlah mahasiswa di Aceh Barat atas nama Aliansi Rakyat Bergerak, Senin 12 September 2022 lalu ditanggapi dengan tindakan kekerasan dari aparat keamanan setempat. Peristiwa ini terjadi tepat ketika massa aksiÂ
menyampaikan aspirasinya menolak kenaikan harga BBM di depan Gedung DPRK Aceh Barat.
Berdasarkan informasi di lapangan, para peserta aksi tengah melakukan long march menuju Gedung DPRK.
Namun kericuhan justru terjadi ketika aparat mencegat mereka dan lalu menembakkan gas air mata ke arah massa. Akibatnya sejumlah mahasiswa tergeletak tak sadarkan diri sehingga terpaksa dibawa ke rumah sakit.
Tak sampai di situ, belasan mahasiswa juga ditangkap polisi. Sedikitnya 10 orang luka-luka akibat tindakan represif tersebut. Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan.
“Aparat seharusnya mengamankan tanpa melakukan tindakan represi terhadap massa. Yang terjadi di Meulaboh sangat kita sesalkan, mahasiswa hanya ingin menyampaikan aspirasi, aparat seharusnya melindungi,†ujar Husna.
Ia melanjutkan, demo merupakan wujud dari penyampaian aspirasi masyarakat sekaligus bukti dari praktik-praktik berdemokrasi. Demonstrasi bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang.
“Karena dijamin oleh konstitusi, maka aparat jangan anggap demo sebagai pelanggaran hukum, jangan lah ditanggapi dengan tindakan-tindakan kekerasan,†desaknya.
Lebih lanjut, penolakan masyarakat terhadap kenaikan harga BBM dinilainya sebagai aspirasi yang sangat wajar. Segala kebijakan pemerintah mengenai hajat hidup masyarakat perlu disikapi secara kritis, terlebih kenaikan BBM saat ini telah menuai protes di mana-mana.
“Kami mengecam aksi represif aparat keamanan terhadap mahasiswa, dan mendesak penangkapan mahasiswa segera dihentikan, itu membuat situasi makin intimidatif bagi massa yang ingin menyampaikan asapirasinya,†pungkasnya.