Pemerintah telah menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Revisi UU TNI kepada DPR, 11 Maret 2025. DIM tersebut mengandung pasal-pasal bermasalah yang akan mengembalikan militerisme terutama Dwifungsi TNI di Indonesia.
Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Agenda ini justru akan melemahkan profesionalisme militer. Sebagai alat pertahanan negara, TNI dilatih, dididik dan dipersiapkan untuk perang, bukan untuk fungsi non-pertahanan seperti duduk di jabatan-jabatan sipil.
Dalam konteks reformasi sektor keamanan, semestinya pemerintah dan DPR mendorong agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Agenda revisi UU ini lebih penting ketimbang UU TNI, karena agenda itu merupakan kewajiban konstitusional negara untuk menjalankan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law), di mana semua warga negara, tanpa kecuali, sama kedudukannya di hadapan hukum. Reformasi peradilan militer juga merupakan mandat TAP MPR No. VII Tahun 2000 dan UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI serta Putusan Nomor 27/PUU-XIX/2021.
Kami menilai RUU TNI akan mengembalikan Dwifungsi TNI di mana militer aktif dapat menduduki jabatan-jabatan sipil. Perluasan penempatan TNI aktif di jabatan sipil, tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah, seperti eksklusi sipil dari jabatan sipil, menguatkan dominasi militer di ranah sipil dan memicu terjadinya kebijakan maupun loyalitas ganda. Selain itu juga merampas jabatan sipil dan memarginalkan Perempuan dalam akses posisi-posisi strategis, termasuk di BUMN/BUMD dan lainnya.
Kami menilai RUU TNI yang memperluas jabatan sipil untuk diduduki TNI aktif jelas mengembalikan Dwifungsi TNI. Salah satu agenda RUU TNI adalah menempatkan militer aktif di Kejaksaan Agung hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan. TNI adalah alat pertahanan negara untuk perang melawan musuh negara lain, sementara Kejaksaan Agung misalnya, adalah lembaga penegak hukum nasional, sehingga tidak tepat jika anggota TNI aktif duduk di institusi Kejaksaan Agung. Begitu pula penempatan militer aktif di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah kekeliruan dan inilah salah satu cerminan dwifungsi TNI.
Selain itu, dalam Revisi ini, pengisian jabatan sipil didasarkan atas pengajuan TNI melalui Menteri Pertahanan, bukan berdasarkan kebutuhan dari Kementerian dan/atau Lembaga Negara sebagaimana Rumusan Perubahan Pasal 47 ayat (3), sehingga menjadi sangat jelas bahwa revisi ini hanya untuk memperluas dan melegitimasi keterlibatan TNI dalam jabatan sipil
Kami memandang perluasan tugas militer untuk operasi militer selain perang seperti menangani narkotika adalah keliru dan bisa berbahaya bagi negara hukum. Adalah kekeliruan bagi Pemerintah dan DPR bila hendak memperluas kewenangan TNI dalam menangani masalah narkotika, karena hal itu harus penanganan masalah narkotika harus berada dalam koridor kesehatan, bukan perang. Pelibatan TNI dalam penanganan narkotika berpotensi melanggengkan penggunaan ‘war model’ sebagaimana yang terjadi di Filipina pada masa Rodrigo Duterte melibatkan militer di dalamnya. Hal ini bisa menempatkan TNI rentan menjadi pelaku pelanggaran HAM seperti halnya kasus penangkapan Duterte di Filipina oleh ICC.
Lebih berbahaya lagi, RUU TNI juga hendak merevisi klausul pelibatan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP) tidak lagi memerlukan persetujuan DPR melalui kebijakan politik negara (kebijakan presiden dengan pertimbangan DPR sebagaimana diatur pasal 7 ayat 3 UU TNI 34/2004), dan cukup diatur lebih lanjut dalam PP. Draft pasal dalam RUU TNI ini secara nyata justru meniadakan peran Parlemen sebagai wakil rakyat dan akan menimbulkan konflik kewenangan atau tumpang tindih dengan lembaga lain dalam mengatasi masalah di dalam negeri. Secara tersirat, perubahan Pasal ini merupakan bentuk pengambilalihan kewenangan wakil rakyat oleh TNi dalam operasi militer selain perang dan menghilangkan kontrol sipil.
Sehingga kami menilai Revisi ini hanya untuk melegitimasi mobilisasi dan ekspansi keterlibatan Prajurit TNI dalam Permasalahan Domestik seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Distribusi Gas Elpiji, Ketahanan Pangan, Penjagaan kebun sawit, pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) serta penertiban dan penjagaan kawasan hutan bahkan sampai pengelolaan ibadah haji.
Kami menolak RUU TNI maupun DIM RUU TNI yang disampaikan Pemerintah ke DPR karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan dwi-fungsi TNI dan militerisme di Indonesia. Kami justru mendesak Pemerintah dan DPR untuk modernisasi alutsista, memastikan TNI adaptif terhadap ancaman eksternal, serta meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI demi mewujudkan profesionalisme TNI kita sebagai alat pertahanan negara.
Tokoh-Tokoh
- Nursyahbani Katjasungkana
- Usman Hamid, Aktivis HAM
- Pdt. Ronald Richard Tapilatu
- Rafendi Djamin
- Al A’raf, Pengamat Pertahanan dan Keamanan
- Pdt. PENRAD SIAGIAN, S.Th., M.Si., Teol.
- KH Rakhmad Zailani Kiki
- Prof. Dr. dr. A. Daldiyonool
- Sri Lestari Wahyuningroem, Ph.D., Dosen Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran
- Prof. Dr. Aan Eko Widiarto, S.H.M.Hum., Dosen Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya
- Adnan Topan Husodo, Penggiat Anti Korupsi
- Titi Anggraini, Peneliti Kepemiluan dan Demokrasi
- Bivitri Susanti, S.H., LL.M., Dosen Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum JENTERA
- Feri Amsari, S.H., M.H. LL.M, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas (UNAND)
- Prof. Dr. Ali Safaat , S.H., M.H., Dosen Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya
- Dadang Trisasongko, Aktivis Anti Korupsi
- Prof. Dr. Ikrar Nusa Bakti, (Pengamat Politik dan Pertahanan)
- Dr. Ijul
- Dr. Taufik Firmanto
- DR. Yance Arizona, S.H., M.A., Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM)
- Muhamad Haripin, Peneliti Pertahanan BRIN
- Saiful Mahdi, S.Si., M.Sc., Ph.D (FMIPA USK)
- Yeni Rosa Damayanti, Aktivis HAM dan Disabilitas
- Dr Nur Imam Subono
- Prof Dr Ani W Soetjipto MA.
- Ray Rangkuti
- Cahyo Pamungkas
- Made Supriatma
- Yeni Rosa Damayanti (Aktivis Pembebasan Timor Leste)
- Mamik Sri supatmi (Dosen Kriminologi FISIP UI)
- HENDARDI, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute
- Syahar Banu, Perempuan Pembela HAM
- Olin Monteiro, aktivisme perempuan dan pegiat seni budaya
- Wanggi Hoed, Seniman Pantomim
- Dr. Harry Efendi Iskandar, S.S., M.A, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas (UNAND)/Aktivis Demokrasi
- Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jawa Timur
- Dewi Tjakrawinata, aktivis perempuan dan gerakan disabilitas
- Ika Ardina, masyarakat sipil
- Herlambang P. Wiratraman, Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial FH UGM
- Prof.Mayling Oey Gardiner
- Satria Unggul Wicaksana P, Ketua Pusat Studi Anti-Korupsi & Demokrasi (PUSAD) UMSurabaya
- Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant CARE
- Fanda Puspitasari (DPP GMNI)
- Poengky Indarti, SH, LL.M, Aktivis HAM
- Soenjati, SH, Aktivis Perempuan
- Ni Putu Candra Dewi, Perempuan Pembela HAM
- Bhatara Ibnu Reza, S.H., M.Si., LL.M., Ph.D. (Dosen Hukum Internasional FH Universitas Trisakti.)
- Iman Amirullah, S.Sos (National Coordinator Students For Liberty Indonesia)
- Dr. Mangadar Situmorang (Koordinator Forum Akademisi Papua Damai/Dosen Universitas Parahyangan)
- Fitra Rahardjo, Seniman
- Julius Ibrani, Praktisi Hukum dan Pegiat HAM
- Smita Notosusanto, Aktivis Perempuan
- Khotimun S, Aktivis Perempuan
- Dr. Sabina Puspita, Dosen Kebijakan dan Manajemen Publik
- Dian Septi Trisnanti, aktivis buruh perempuan
- Prof.Susi Dwi Harijanti,Ph.D (Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran)
- Dr. Budi Hernawan (STF Driyarkara)
- Lilik HS
- Yuli Riswati
- Indria Fernida, Aktivis HAM
Lembaga
- Imparsial
- YLBHI
- KontraS
- PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia)
- Amnesty International Indonesia
- ELSAM
- Human Right Working Group (HRWG)
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
- SETARA Institute
- Centra Initiative
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang
- Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP)
- Public Virtue Research Institute (PVRI)
- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta
- Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)
- Lembaga Peradaban Luhur (LPL)
- Democratic Judicial Reform (De Jure)
- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
- LBH Advokasi Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah
- Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional
- Bangsa Mahardika
- Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI)
- Greenpeace Indonesia
- Themis Indonesia
- Perhimpunan Jiwa Sehat
- LP3ES UI
- Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK-LPT)
- Indonesia Corruption Watch (ICW)
- Federasi Serikat Merdeka Sejahtera
- Lingkar Keadilan Ruang
- Koalisi Perempuan Indonesia
- CALS (Constitutional And Administrative Law Society)
- Protection International Indonesia
- Cangkang Queer
- Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA)
- AMAN Indonesia
- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
- Institut KAPAL Perempuan
- PANDEKHA FH UGM
- Serikat Pekerja Kampus (SPK)
- PUSPAHAM
- Sulawesi Green Voice
- JKLPK
- Salam 4 Jari
- Indonesia Memanggil 57+ Institute
- Flower Aceh
- YAPESDI
- Trend Asia
- Emancipate Indonesia
- Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) FH UGM
- Arus Pelangi
- Seknas FITRA
- Senik Centre Asia
- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
- Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI)
- Marsinah.ID
- TKPT Indonesia
- Lintas Feminis Jakarta (Jakarta Feminist)
- Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS)
- Migrant CARE
- Yayasan Srikandi Sejati -Jakarta
- POKJA30
- SINDIKASI Jabodetabek
- YIFoS Indonesia
- KontraS Aceh
- Kalyanamitra
- Students For Liberty (SFL) Indonesia
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
- FSBPI (Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia)
- KPBI (Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia)
- Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP)
- Artsforwomen Indonesia
- Perempuan Mahardhika
- Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah (FIK ORNOP) Sulsel
- Yayasan GAYa NUSANTARA
- Support Group & Resource Center on Sexuality Studies (SGRC UI)
- Institut Perempuan
- Asosiasi LBH APIK Indonesia
- Social Justice Indonesia
- KPuK (Koalisi Perempuan untuk Kepemimpinan), Malang, Jawa Timur
- Jaringan Akademisi Gerakan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (JARAK)
- Partai Hijau Indonesia
- Perkumpulan IndoPROGRESS
- Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar
- Lentera Gayatri
- Pusat Telaah Informasi Regional Semarang (PATTIROS)
- Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulawesi Tengah
- CommonHood Malang
- Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL)
- Institut Perempuan
- Peduli Buruh Migran
- Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA)
- Komunitas Taman 65
- Inti Muda Indonesia
- Konde.co
- Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL)
- Asia Justice and Rights (AJAR)
- Indonesia untuk Kemanusiaan
- Bijak Memantau
- Legal Resource Centre, untuk Keadilan Jender dan Hak Azasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang
- Yayasan Peduli Inayana Maluku (YPIM)
- Yayasan Samahita
- Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)
- Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan HAM (SPEK-HAM) Solo
Jakarta, 15 Maret 2025
Narahubung:
- Kezia K, Imparsial
- Nurina Savitri, Amnesty International Indonesia
- Gina Sabrina, Sekretaris Jenderal PBHI
- Andrie Yunus, Wakil Koordinator KontraS
- Ikhsan Yosarie, SETARA Institute