Penerapan jam malam di Aceh telah berlangsung sejak Minggu (29/3/2020) lalu. Pembatasan ini merupakan Maklumat Bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh, yang akan berlaku hingga 29 Mei mendatang.
Menyikapi kian meluasnya penyebaran Covid-19 di Aceh, Pemerintah Aceh menyerukan himbauan untuk pembatasan aktifitas masyarakat di malam hari, yakni dengan memberlakukan jam malam.
Seperti diketahui, sejauh ini terus terjadi peningkatan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), pasien Positif Covid-19 hingga kasus meninggal dunia karena virus tersebut. Pemerintah menimbang pentingnya membatasi setiap bentuk kegiatan yang melibatkan keramaian, karena hal ini berpeluang memperluas penyebaran virus tersebut.
Forkopimda Aceh menyerukan kepada pengusaha dan masyarakat agar tidak berkegiatan di luar rumah sejak pukul 20.30 sampai 05.30 WIB. Guna mengindahkan arahan ini, pihaknya juga meminta bupati/walikota untuk membina dan mengawasi penerapannya.
Namun, selama empat hari penerapan jam malam di Aceh, Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mengkritik sejumlah hal.
Diantaranya, pemberlakuan jam malam dipandang tidak efektif untuk membatasi keramaian. Kadiv Advokasi Kontras Aceh, Azharul Husna mengatakan, untuk mencegah penyebaran virus penyakit, aktifitas masyarakat seharusnya bisa dikontrol tidak hanya malam, tapi juga siang hari.
“Di siang hari masyarakat tetap beraktifitas seperti biasa, keramaian tetap ada di beberapa titik perbelanjaan dan lokasi lainnya, jadi buat apa diberlakukan jam malam,” kata Husna secara tertulis, Kamis (2/4/2020).
Namun ia menggarisbawahi, pembatasan aktifitas seharusnya juga mempertimbangkan dampak ekonomi yang timbul, yakni dengan mengantisipasi pemenuhan kebutuhan masyarakat.
“Jangan hanya membatasi, tapi tidak ada solusi, apalagi bagi kalangan pekerja informal yang biasa beraktifitas di malam hari, mereka paling terdampak, maka pemerintah wajib memastikan pemenuhan kebutuhan dasar mereka,” imbuh Husna.
Kumparan Elemen Sipil Aceh Protes Jam Malam: Seperti Operasi Militer di Masa Konflik
Selain itu, KontraS Aceh juga meragukan kekuatan hukum dari maklumat jam malam tersebut. Seharusnya, seruan jam malam memiliki aturan resmi yang memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat dari pemerintah.
“Tidak cukup hanya dengan kesepakatan Forkopimda saja. Ini penting agar penerapannya terjamin di lapangan, apalagi belakangan masyarakat mulai resah dengan jam malam, karena secara psikologis masyarakat punya memori serupa saat konflik di Aceh silam,” ujar Husna. Dalam hal ini, ia juga mengkritik penerapan jam malam yang membatasi berbagai aktifitas, termasuk blokir sejumlah ruas jalan di Kota Banda Aceh yang melibatkan TNI. Sementara, menurut dia peran itu tak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari TNI.
AJNN KontraS Aceh: Perjelas Aturan Jam Malam, Jangan Resahkan Masyarakat
Tak hanya itu, untuk mengefektifkan upaya pencegahan penyebaran covid 19 di Aceh, KontraS Aceh juga meminta pemerintah tegas membatasi jalur masuk dan keluar dari Aceh, baik jalur darat, laut dan udara. Pembatasan itu harus dikecualikan untuk distribusi logistik dan yang terkait dengan kebutuhan medis.
Habadaily KontraS Aceh: Perjelas Aturan Jam Malam, Jangan Resahkan Masyarakat
Selain melakukan pendekatan secara hukum dan keamanan, pemerintah juga perlu melakukan upaya preventif untuk penyebaran covid 19 dengan menyediakan fasilitas khusus untuk menampung ODP yang baru pulang dari luar Aceh, karena masih banyak rumah di Aceh yang tidak bisa memenuhi standar khusus untuk melakukan karantina mandiri bagi ODP dan PDP.
Pikiran Merdeka KontraS Aceh: Perjelas Aturan Jam Malam, Jangan Resahkan Masyarakat
Selain penyediaan fasilitas untuk ODP, pemerintah juga harus lebih pro aktif melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang banyak, dengan menfungsikan secara efektif koordinasi dengan pihak kepolisian.
“Sehingga pihak kepolisian bisa mengefektifkan fungsi Bhabinkamtibmas yang ada di setiap polsek,” pungkasnya. []