Sabtuan – Anak dalam Perlindungan Tuhan dan Negara

“Kenapa pelaku pelecehan seksual (kasus Pesantren AN) dijerat oleh Qanun Jinayat? Kenapa tidak dijerat oleh Undang-Undang Perlindungan Anak yang lebih spesifik?”

Demikian pertanyaan yang dilontarkan salah seorang peserta diskusi Sabtuan, pekan lalu (18/1/2020). Tanggapan ini lalu diuraikan panjang lebar dalam tajuk ‘Anak dalam Perlindungan Tuhan dan Negara’ yang disampaikan Direktur Koalisi Advokasi dan Pemantau Hak Anak (KAPHA) Taufik Riswan.

Taufik dalam kesempatan itu mengulas hubungan antara sistem hukum dan ajaran agama dalam hal perlindungan hak anak. Para peserta diajak untuk melihat keselarasan antara sistem hukum Indonesia dan agama Islam yang selama ini tengah diterapkan di Aceh.

Memulai diskusi, Taufik menguak dalil perlindungan terhadap anak dalam agama Islam, sebagaimana terdapat dalam Alquran, Surat An-Nisa Ayat 9.

“Dimana tidak hanya orang tua, tetapi juga institusi negara diingatkan oleh Tuhan untuk melahirkan generasi yang kuat,” imbuhnya. Pandanganya, peringatan tersebut telah menjadi pondasi yang kuat dari sistem keagamaan untuk perlindungan anak.

Sementara dalam konteks negara, Taufik melanjutkan, bahwa dasar pembentukan hukum negara terinspirasi dari nilai-nilai positivistik yang ada pada kekuatan agama, social dan budaya yang terintegrasi dalam sistem hukum. Bahkan, jelasnya, dalam persiapan produk hukum, naskah akademik membutuhkan tinjauan filosofis, sosiologis dan teoritis formil.

“Dan tinjauan filosofis sendiri kerap berasal dari nilai kebaikan yang bersumber agama,” kata dia. Hal ini juga menguatkan dugaan Taufik bahwa “jika ada yang mengatakan sistem hukum bertentangan dengan agama, berarti ada diskusi yang tidak selesai, karena energi positivistik hukum justru bersumber pada agama.”

Menakar Qanun Jinayat

Dalam konteks Aceh yang menerapkan Syariat Islam, ekspektasi dari adanya Qanun Jinayat sebagai produk hukum selain Undang-Undang (UU) adalah semakin kuatnya sistem hukum untuk perlindungan terhadap anak.

Sementara, perlindungan anak sendiri diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU 23 tahun 2002.

“Dengan adanya qanun, seharusnya memperkuat sistem hukum untuk melindungi anak,” kata Taufik.

Namun, dalam proses penerapannya selama ini, yang terjadi justru terbalik. Poin-poin penting dalam aturan perlindungan anak di UU di tingkat nasional, seringkali dikesampingkan ketika mengacu pada qanun.

Maka, tepat seperti sanggahan salah peserta diskusi di awal tadi, tampak kentara ketidakadilan dan ketidakselarasan dalam penanganan kasus perlindungan anak di Aceh. Pemberlakuan Qanun Jinayat di Aceh yang diatur di bawah UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, terkesan timpang. Menurut Taufik kasus pelecehan seksual (Jarimah) yang diatur di Pasal 72 (dan pengertian Jarimah dalam pasal 3) mengesampingkan kitab hukum lainnya, dalam hal ini KUHP.

“Ketidakselarasan dapat dilihat dari implementasi produk hukum yang berbeda-beda di Aceh. Namun kita mengapresiasi beberapa daerah, seperti kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Bener Meriah dan Aceh Tengah, dimana penegak hukumnya masih menggunakan UU Perlindungan Anak,” ujar Taufik.

Ada sejumlah persoalan dari Qanun Jinayat terkait perlindungan anak, diantaranya, qanun tersebut tidak komprehensif untuk menindak kekerasan terhadap anak secara utuh.

“Tidak menyentuh aspek pemulihan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan, dan juga tidak ada restitusi yang sebenarnya merupakan hak korban,” timpalnya.

Di sela-sela diskusi, Taufik juga mengingatkan tanggung jawab negara terhadap anak. Indonesia sebagai negara yang telahmeratifikasi Konvensi Hak Anak, wajib melaksanakan tiga kewajiban, yakni memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect) dan untuk menghormati (to respect) hak anak.

“Dunia ini milik anak-anak, berbagai institusi pemerintahan didirikan kaena ada amanah pemenuhan hak anak di dalamnya. Kalau kita tidak memerhatikan anak-anak, itu keterlaluan,” tandasnya.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *