KontraS Aceh: Pengangkatan Ahmad Marzuki diduga Cacat Hukum

Hari ini, Rabu 6 Juli 2022, Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian baru saja melantik Achmad Marzuki sebagai Pejabat (Pj) Gubernur Aceh dalam rapat paripurna di DPR Aceh. Marzuki akhirnya dipilih oleh Mendagri sebagai sosok pengganti Gubernur Aceh sebelumnya, Nova Iriansyah. Sosok purnawirawan TNI ini satu di antara tiga nama yang diusulkan DPR Aceh sebelumnya. Selain Achmad Marzuki, DPRA juga mengajukan Dirjen Bina Administrasi Wilayah Kemendagri Safrizal dan Sekjend DPR RI Indra Iskandar sebagai calon Pj Gubernur Aceh.

Sebelumnya, berdasarkan keterangan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di media massa, Achmad Marzuki telah diberhentikan secara hormat dari statusnya sebagai Prajurit TNI, tepatnya 1 Juli 2022 lalu. Andika menegaskan Achmad Marzuki sudah pensiun dini. Tak lama, pada 4 Juli 2022 Marzuki dilantik menjadi Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa. Kemudian dua hari berselang, Rabu 6 Juli 2022 ia resmi dilantik sebagai Pejabat (Pj) Gubernur Aceh.

Ketua Divisi Advokasi dan Kampanye Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna menilai, penunjukan Achmad Marzuki telah memicu kontroversi dari sejumlah kalangan masyarakat sipil di Aceh. Selain berlatar belakang militer, pengangkatan Marzuki sebelumnya sebagai Staf Ahli Mendagri juga diduga cacat hukum.

Jika merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017, peralihan status TNI/Polri menjadi PNS harus didahului dengan pengunduran diri dari instansinya, lalu mengikuti proses seleksi untuk menjadi PNS. Sementara itu untuk jabatan eselon I –dalam hal ini Staf Ahli Mendagri– Achmad Marzuki telah ditetapkan tanpa menjalankan proses seleksi tersebut.

Seperti dinyatakan pada Pasal 157, bahwa ‘Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat mengisi JPT pada Instansi Pemerintah selain Instansi Pusat tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.’

“Hanya dalam waktu tiga hari saja, posisinya bisa beralih dari prajurit TNI jadi Staf Ahli Mendagri, wajar jika dipertanyakan apakah Achmad Marzuki telah menjalani proses seleksi sesuai peraturan tersebut?” kata Husna.

Di sisi lain, perlu disoroti juga soal lepasnya status Marzuki sebagai perwira TNI. Menurut Husna, jabatan staf ahli menteri mestinya merupakan jabatan ASN. Karena itu pengangkatan Marzuki harus melalui alih status dari TNI ke ASN, bukan pensiun (sebagaimana pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa).

“Analogi sederhananya, saat anda pensiun anda menjadi masyarakat sipil biasa sehingga agaimana mungkin anda dapat mengisi jabatan pegawai negara disaat anda bukan lagi pegawai negara,” ujarnya lagi.

Oleh karena itu, KontraS Aceh mendesak pemerintah untuk menaati ketentuan yang berlaku terkait proses pengangkatan Pj Gubernur. Pengangkatan Marzuki yang terhitung singkat sejak dari perwira militer ke Pj Gubernur Aceh tentu memantik banyak pertanyaan. Dengan dugaan adanya cacat hukum dalam proses peralihannya dari TNI menjadi Staf Ahli Mendagri, maka hal ini jelas berpengaruh pada pengangkatan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh.

“Jika dalam proses awal saja ada ketentuan yang diterabas, maka berpengaruh pada proses selanjutnya,” tutup Husna.[]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *